Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lillahil hamd
Hadirin jama’ah sholat Ied rahimakumullah.
Hari raya Idul Adha mengingatkan kita akan sejarah pengorbanan dan kepasrahan yang sesungguhnya dari anak manusia kepada Tuhan pencipta alam, Allah SWT.
Karena
itu sudah sepatutnya kita mengingat kembali perjalanan tiga sosok anak manusia sebagai pemain utama
dalam ibadah qurban dan haji ; nabi Ibrahim AS, nabi Isma’il AS dan ibunda beliau siti Hajar AS. Sebagian perjalanan hidup
mereka telah terekam dan didokumentasikan dalam sejarah bahkan menjadi
ritualitas ibadah haji dan qurban.
Dalam
suasana hari raya Idul qurban, sangatlah tepat bila merefleksikan dan melakukan
napak tilas atas sebagian kehidupan mereka, dan
tak sekedar memaknainya sebagai ritualitas belaka (ibadah mahdah),
tetapi juga diletakkan dalam konteks
peneguhan nilai-nilai kemanusiaan dan spirit keadilan, sebagaimana pesan
tekstual agama.
Idul
Adha juga merupakan refleksi atas
catatan sejarah perjalanan kebajikan manusia masa lampau, untuk mengenang
perjuangan monoteistik (tauhid) dan humanistik (kemanusiaan) yang ditorehkan
oleh nabi Ibrahim AS. Bahkan keteladanan yang patut digarisbawahi, bahwa beliau
mampu mentransformasikan pesan keagamaan ke aksi nyata perjuangan kemanusiaan.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu
Akbar wa Lillahil hamd
Ma’asyirol muslimin rohimakumullah
Sebenarnya pengorbanan dan kepasrahan tidak hanya dilakukan oleh nabi Ibrahim AS, bahkan hampir seluruh nabi menerima ujian dan cobaan disertai dengan kepasrahan yang tulus kepada Allah SWT. Kita membaca dalam sejarah, nabi Ya’kubAS –yang sudah tua renta- harus terpaksa merelakan kepergian anak tersayangnya -nabi Yusuf AS- yang direkayasa secara sistematis untuk dibunuh oleh saudara-saudara kandungnya sendiri.
Ibunda
nabi Musa AS pun harus memasrahkan diri berpisah dari anaknya yang baru
dilahirkan. Dia menghindari kedzaliman besar yang dilakukan Fir’aun yang akan
membunuh semua bayi laki-laki yang lahir saat itu termasuk nabi Musa AS yang
baru terlahir ke dunia. Ibu mana yang
tega menyaksikan anaknya terbunuh. Karenanya dengan pengorbanan yang
besar, ia menghanyutkan puteranya yang masih merah di aliran sungai Nil.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar wa Lillahil hamd
Ma’asyirol muslimin rohimakumullah
Dalam agama Islam, kurban tidak berawal dari mitos, sebagaimana pengorbanan agama-agama dan kepercayaan masa lalu. Dalam Islam, kurban adalah wujud kepasrahan total, pengabdian dan kesalehan hamba. Karena itu kisah Ibrahim AS yang dipilih sebagai bentuk pengorbanan yang sesungguhnya menurut Islam. Allah berfirman dalam QS.Ash Shaffat/37 : 102
فلما بلغ معه السعي قال يبني اني ارى في
المنام أني أدبحك فانظر مادا ترى قال يأبت افعل ما تؤمر ستجدني ان شاء الله من
الصبرين
Artinya : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang
yang sabar".
Nabi Ibrahim AS yang menerima perintah melalui mimpi selama tiga malam berturut-turut untuk menyembelih anak dan buah hatinya, tak disangka malah ditantang oleh anaknya : “saya siap, insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
Beberapa
nilai yang dikemukakan dalam merayakan hari Idul Kurban di antaranya ;
Pertama, Konsisten terhadap pengamalam ajaran Islam
Tidak dapat kita
bayangkan betapa goncangnya jiwa nabi Ibrahim AS ketika menerima wahyu itu. Ia mengalami konflik di
dalam bathinnya. Siapakah yang lebih disayangi Ismail atau Allah? Ego atau
super-ego? Kesenangan atau keyakinan ?
Kepatuhannya benar-benar
diuji di puncak kesempurnaan kenabiannya melalui ujian yang ternyata lebih
sulit dari pada semua perjuangannya yang terdahulu. Bila gagal menempuh ujian
tersebut, maka kegagalannya ibarat kejatuhan dari puncak tertinggi, padahal
kejatuhan dari puncak yang paling tinggi adalah kejatuhan yang paling
mencelakakan dan paling menyedihkan. Dan ternyata nabi Ibrahim AS, juga nabi Ismail AS telah melam\paui ujian tersebut
dengan gemilang.
Maka siapapun yang
berada pada titik puncak, puncak popularitas, puncak karir ataupun puncak jabatan yang mengabaikan
nilai-nilai pengorbanan dan mengedepankan ego dan keserakahannya, maka Allah
akan menjatuhkannya ke tempat yang serendah-rendahnya. (QS.At Tin/95:5)
ثُمَّ
رَدَدۡنَٰهُ أَسۡفَلَ سَٰفِلِينَ
Allahu
Akbar 3x wa Lillahil Hamd
Kedua, Penghormatan atas Eksistensi Manusia
Kisah nabi
Ibrahim AS yang hendak mengorbankan anaknya selain bentuk kepasrahan dan
pengabdian total, juga bentuk pengajaran dalam bentuk kritik Allah SWT terhadap
pengorbanan yang berdasarkan mitos. Nabi Ibrahim AS yang hidup pada pertengahan
abad ke-18 SM, berada pada persimpangan pemikiran kemanusiaan tentang
pengurbanan yang masih berwujud manusia. Ada sebagian yang masih menyetujui
praktik jahiliyah tersebut, sebagian lagi menyatakan bahwa manusia
terlalu tinggi dan mulia untuk
dikorbankan.
Bangsa-bangsa dan umat umat terdahulu telah mempraktekkan pengorbanan
manusia kepada dewa-dewa sesembahannya. Tercatat
dalam sejarah, di Mesir hampir setiap tahunnya, wanita-wanita cantik
dikorbankan kepada dewi penjaga Sungai Nil. Di Kana’an/Irak, bayi-bayi yang tak
berdosa dikorbankan sebagai sesembahan kepada dewa Baal. Suku Aztek di Meksiko,
mereka menyerahkan jantung dan darah manusia yang diperuntukkan kepada dewa
Matahari. Bangsa Eropapun dengan suku Vikingnya di Skandinavia, mengorbankan
pemuka-pemuka agama mereka untuk dewa perang Odin.
Ajaran
kurban dilakukan oleh nabi Ibrahim AS, telah memberikan jalan keluar yang
memuaskan semua pihak. Ia diperintahkan menyembelih anaknya sebagai isyarat
bahwa anak yang tercinta, belahan jiwa yang paling yang paling berharga bagi
seseorang, bukanlah sesuatu yang berarti dan berharga jika Allah telah
memintanya. Namun demikian, bukan manusia yang dikurbankan, karena Allah begitu
cinta dan meninggikan derajat manusia. Sekaligus hal ini merupakan kritikan
terhadap perilaku mengorbankan nyawa manusia.
Pengorbanan
yang diperlihatkan oleh nabi Ibrahim As adalah ajakan Allah untuk melakukan
pengorbanan yang humanis; sebuah pengorbanan yang tidak hanya berhubungan
dengan Allah sang pencipta, tetapi juga membawa manfaat kepada manusia, bukan
malah membinasakan manusia dengan alasan apapun. Kedatangan malaikat yang
membawa seekor kambing sebagai ganti atas nabi Isma’il AS, jelas menegasikan
bentuk pengorbanan manusia yang sudah mengakar pada saat itu.
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar wa Lillahil hamd
Hadirin Jama’ah Sholat Ied yang berbahagia
Kemudian Allah mewahyukan kepada nabi Ibrahim : ”Hai Ibrahim, bukanlah maksudnya menyembelih anak, melainkan yang dimaksud kamu mengembalikan perhatian kamu sepenuhnya kepada Kami. Maka tatkala perhatian dan hatimu sudah sepenuhnya kembali kepada Kami, Kami kembalikan anakmu padamu.
Hadirin Jama’ah Sholat Ied yang berbahagia
لن ينال الله لحومها ولا دمائها ولكن يناله
التقوى منكم
Artinya
: Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari
kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk
kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan
berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Hajj/22 ;
37)
Allahu Akbar Allahu Akbar
Allahu Akbar wa Lillahil hamd
Ma’asyirol muslimin rohimakumullah
Keberhasilan Ibrahim dan Ismail yang
gemilang ini sesungguhnya tidak terlepas dari kesadaran akan makna suatu
penyerahan diri dengan menyelami sangat dalam makna dari Innalillahi wa Inna
ilaihi rajiun “sesungguhnya kita ini adalah milik Allah dan
kepada-Nya kita kembali”.
Dengan memahami makna “Innalillah” nabi
Ibrahim AS menyadari bahwa walau Ismail ini adalah puteranya yang sangat ia
cintai, ia tidak lebih dari hanya suatu titipan dari Allah dan bukan miliknya.
Sementara itu, nabi Ismail AS menyadari pula bahwa ia
tidak pernah memiliki dirinya sendiri serta apapun yang lain dalam
kehidupannya. Ia tidak pernah merancang bahkan juga tidak berniat untuk lahir dan
menjadi seorang anak manusia, termasuk menjadi putera Ibrahim. Ia ada karena
Allah Swt, yang memungkinkan dan mengizinkannya untuk ada. Dalam pemahaman yang
demikian, berarti pengurbanan yang dilakukan oleh nabi Ibrahim AS dan nabi Ismail
AS, hanyalah bersifat pengembalian hak Allah kepada Allah,
sebagai aktualisasi atas kesadaran mereka berdua
akan makna Innalillahi wa Inna ilaihi rajiun
(sesungguhnya kepada-Nya lah kita akan kembali).
Dengan demikian tidak ada sesuatupun yang
hilang dari keduanya, karena memang asalnya mereka tidak memiliki apapun juga
tidak terhadap dirinya sendiri.
Dari pemahaman di atas, berqurban berarti
menyerahkan atau menyampaikan sesuatu yang sementara merupakan milik kita
kepada sang Pemberi Allah SWT, yang memang berhak
atas sesuatu itu .
Untuk itulah, ketika nabi Ibrahim AS
menyembelih nabi Ismail AS, dan Ismail merelakan nyawanya, tidaklah berarti nabi
Ibrahim AS mengorbankan anaknya, dan nabi Ismail AS bukan mengorbankan
hidupnya, akan tetapi keduanya mengembalikan hak Allah kepada Allah.
Pengembalian hak itu ditempuh nabi Ibrahim AS dengan cara melepaskan, menaklukkan dan
memusnahkan kepentingan pribadinya, yaitu rasa memiliki anaknya,
sementara Ismail as. menempuh dengan cara menaklukkan rasa memiliki diri
sendiri.
Allahu Akbar 3x Wa lillahil Hamd
Maka dalam konteks kekininian, setiap kita adalah Ibrahim, dan setiap Ibrahim mempunyai Isma’il. Isma’il kita mungkin harta kita, gelar kita, jabatan kita atau segala sesuatu yang kita sayangi dan kita pertahankan. Kita tidak dilarang untuk mendapatkan harta, gelar, jabatan, atau apaupun yang kita senangi yang kita jadikan sebagai Isma’il kita. Sebagaimana nabi Ibrahim AS berdasarkan riwayat di atas tidak diperintahkan untuk membunuh Isma’il. Tetapi kita hanya diperintahkan untuk membunuh rasa kepemilikan kita terhadap “isma’il-isma’il” kita yang hakekat semuanya milik Allah SWT.
Hal penting lain yang perlu dikontekstualisasikan adalah konsep “kepemilikan” anak saat ini sangat perlu diimplementasikan di tengah hiruk pikuk budaya masyarakat yang semakin tidak jelas. Ketika nabi Ibrahim dan istrinya Siti Hajar AS mengorbankan anak terkasihnya yang diidam-idamkan selama hidupnya, orang tua zaman sekarang sedikit merasa memiliki kepada anak-anaknya. Mereka hanya memiliki anak mereka secara fisik, tetapi sedikit orang tua yang peduli akan perilaku dan akhlaq anaknya. Mereka merasa sudah merasa cukup dengan menitipkan anak-anaknya di sekolah . Seolah-olah mereka melemparkan tanggung jawab pendidikan kepada sekolah. Orang tua zaman sekarang menganggap sekolahlah yang bertanggung jawab penuh pada perubahan perilaku dan sikap anak.
Padahal tanggung jawab utama mendidik anak ada pada orang tua, sekolah hanya membantu keterbatasan yang dimiliki oleh orang tua. Anak-anak di sekolahpun tidak lebih dari 5-7 jam. Selebihnya anak-anak ada pada lingkungan keluarganya.
Maka kerjasama orang tua dan sekolah, serta penguatan nilai-nilai spiritual dan pendidikan patut dilakukan secara berkesinambungan. Pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah, tetapi pendidikan harus diciptakan di manapun. Maka kewajiban mendidik bukan hanya kewajiban para guru, tetapi juga merupakan kewajiban utama orang tua.
Semangat berkurban saat kita merayakan hari raya kurban ini, sesmestinya tidak sekedar menjadi slogan belaka. Implementasi dan tekad mau berkurban harus dapat diwujudkan dalam kehidupan kita di alam dunia. Karena memang dalam mangarungi kehidupan ini, dengan status dan profesi apapun, membutuhkan pengorbanan. Maka siapa saja yang tidak mau berkurban pasti akan menjadi kurban.
Orang tua mau mengorbankan, tenaga, harta dan cinta kasihnya kepada anak-anaknya untuk mendidik mereka. Keengganan orang tua untuk mengorbankan kepada anak-anaknya bisa jadi anak akan mengorbankan orang tuanya. Na’udzubillah...
Seorang anak mau mengorbankan waktunya
semata-mata untuk dimaksimalkan pada hal-hal yang bermanfaat.
Seorang pejabat mau mengorbankan keinginan
nafsunya dan tidak menurutinya sebagai sebuah amanah.....
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar wa Lillahil hamd
Ma’asyirol muslimin rohimakumullah
Demikian khutbah ini disampaikan, semoga
kita dapat mengambil hikmah dan menerpkan nilai-nilai pengorbanan dalam
kehidupan sehari-hari sebagaimana yang telah dicontohkan oleh nabi Ibrahim AS,
nabi Isma’il AS dan ibundanya siti Hajar AS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar