Rabi'ul Awwal 17, 1446 H
Biografi Imam Al-Büsiry
Asal usul Penulisan
Kasidah Burdah
Al-Büsiry
sosok sufi yang sangat mencintai Rasulullah saw setelah mencurahkan mababbahnya
kepada Allah swt. Cintanya yang sangat mendalam kepada beliau banyak
mewarnai syair-syair keagamaannya. Kasidah Burdah salah satu karya sastranya bercorakkan
keagamaan. Kasidah ini disusun dengan satu tujuan pokok yaitu memuji Rasulullah
saw. Pujian ini merupakan ungkapan cintanya yang sangat mendalam
terhadapnya. Mahabbah kepada Rasulullah saw yang sangat mendalam inilah yang
melatarbelakangi penyusunan syair-syair kasidah Burdah. Kasidah Burdah pada mulanya berjudul al-Kawâkib al-Duniyah
(Bintang-Bintang Yang Gemerlapan), disusun ketika Al-Büsiry sedang menderita
sakit, sebelah badannya lumpuh. Pada suatu malam, ia berdo'a dan bertawassul melalui
kasidah ini, seraya memohon syafaat dan pertolongan dari Allah agar penyakitnya
segera sembuh. Ia menangis dan berulang kali membaca kasidah itu, kemudian
tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi bertemu Rasulullah saw. Dalam mimpinya
inilah, ia menyampaikan kasidah di hadapannya. Beliau sangat senang dan
mengusap-usap badannya dengan tangannya yang mulia itu kemudian memberinya
hadiah berupa burdah (baju besar yang dapat dijadikan selimut). Ketika terbangun penyakit yang selama itu
ia rasakan ternyata sembuh. Ia sehat seperti sedia kala. Peristiwa mimpinya itu
tidak diceritakan kepada siapapun.
Pada pagi harinya ia keluar rumah. Kemudian bertemu dengan seorang fakir lagi
miskin. Tiba-tiba orang itu berkata kepadanya : “Tuanku, saya ingin agar
tuan memberikan kepadaku kasidah yang tuan sampaikan tadi malam di hadapan
Rasulullah saw.” Dengan penuh heran Al-Büsiry bertanya : “Kasidah yang
mana yang anda maksud?” Si fakir itu menjawab, kasidah yang awal baitnya
berbunyi:
أَمِنْ تَذَكُّــرِ جِــــيْرَانٍ بِذِيْ سَــــلَمِ ۞ مَزَجْتَ
دَمْعًا جَرَى مِنْ مُقْلَةٍ بِـــدَمِ
Maka Al-Büsiry-pun memberikan kasidah tersebut kepadanya. Karena peristiwa ini, maka tersebarlah
berita kesembuhan Al-Büsiry dari penyakitnya dan keberadaan kasidah Burdah
di kalangan masyarakat bahkan di kalangan para pemimpin masa itu. Kasidah itu
pun terkenal dengan nama Burdah.
Peristiwa
ini diceritakan sendiri oleh Al-Büsiry, dalam keterangannya, beliau
mengungkapkan:
كنت قد نظمت
قصائد في مدح رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، ثم اتفق بعد ذلك أن اصابني
الفالج (الشلل) أبطل نصفي، ففكرت في عمل قصيدتي هذه فعملتها واستشفعت بها إلى الله
في أن يعافيني، فكررت البردة إنشادها، وبكيت، وتوسلت، ونمت فرأيت النبي فمسح على جنبي
بيده الكريمة، وألقى عليّ بردة، فانتبهت ووجدتُ فيّ نهضة، فقمت وخرجت من بيتي، ولم
أكن أعلمت بذلك أحداً، فلقيني بعض الفقراء فقال لي: أريد أن تعطيني القصيدة التي
مدحت بها رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم، فقلت: أيها؟ فقال: التي أنشأتها في
مرضك، وذكر أولها وقال: والله لقد سمعتها البارحة وهي تنشد بين يدي رسول الله صلى
الله عليه وآله وسلم، فرأيته يتمايل وأعجبته، وألقى على من أنشدها بردة. فأعطيته
إياها. وذكر الفقير ذلك للناس، وشاع المنام وبلغ الرؤساء
Saya bemiat
menyusun sebuah kasidah untuk memuji Rasulu saw. Temyata saya terkena sakit di
mana sebelah badan saya lumpuh. Saya berpikir bagaimana caranya agar dapat
mengerjakan kasidah Burdah ini. Saya lakukan itu seraya memohon Pertolongan
kepada Allah swt agar segera menyembuhkan Penyakit ini. Saya baca kasidah itu
dengan berulang-ulang sambiL menangis, dan dengan kasidah ini saya pun
berwasilah kepada Allah swt. Dengan tidak terasa, saya pun tertidur. Dalam
tidur ini saya bermimPi bertemu Rasulullah saw. BeLiau mengusapusap Pinggang
saya (badab saya) dengan tangannya yang muLia itu, laLu melemparkan kepada saya
sehelai burdah (baju besar yang dapat dijadikan selimut), laLu saya terbangun
dan tiba-tiba saya bisa bangkit, maka saya segera berdiri dan keluar rumah.
Sedikit pun tidak saya ceritakan peristiwa itu kepada orang lain. Ketika saya
keluar rurnah, saya bertemu dengan seorang fakir, ia berkata kepada saya: saya ingin tuan kosidah yang dibacakan di hadapan Rasulullah SAW, untuk,
memujinya. saya menjawab: “Kasidah Yang mana yang dimaksud?” Ia berkata: Kasidah yang tuan ciptakan ketika
tuan sakit, itu bagian bait kQSidah) seraya berkata: Demi Allah telah tadi
malam ketika kasidah itu dibacakan di hadapan Rasulullah saw. Saya melihat,
ketika itu Rasulullah saw
menggoyang-goyangkankan badannya, tanda kagum. maka saya serahkan kasidah tersebut
kepadanya. Si fakir itu pun menceritakan Peristiwa itu
kepada orang lain sehingga beritanya tersebar dan diketahui orang banyak bahkan
sampai kebada pejabat Pemerintah.
Nama Lengkap Imama Al-Büsiry
Nama lengkap Al-Büsiry adalah
Syarafuddin Muhammad ibn San ibn Hammâd al-Șanhâjy al-Bășiry. Nama lengkap Al-Büsiry
cukup bervariasi namun Al-Büsiry nama
panggilan sehari-harinya. Sebutan ini begitu melekat dalam
dirinya karena ia berasal dari Bășir kampung halaman ayahnya. Al-Sanhâjy nama
kabilahnya.
Al Busiry dilahirkan di bulan Syawal tahun
608 H/1211 M dan meninggal dunia pada usia 88 tahun pada tahun796 H di
Iskandariyah. Dia hidup di akhirmasa dinasti Ayyubiyah dan awal dinasti
Mamalik. Termasuk masa revolusi melawan tentara Salib.
Latar Belakang Keluarga
Al-Büsiry tumbuh dalam keluarga miskin.
Sejak kecil ia memeras keringatnya sendiri untuk mencari sesuap nasi dengan
cara menjual jasa, yaitu menulis batu nisan. Di samping sebagai penulis batu
nisan, ia juga mencari penghasilan tambahan guna memenuhi kebutuhan
keluarganya. la berhasil mendekati para penguasa dan bekerja sebagai pegawai.
Dalam kedekatannya dengan para penguasa ia memuji sultan Dinasti Mamãfik,
Sanjar al-Syujã' dan pejabat-pejabat lainnya dengan syair-syairnya. Dengan cara
seperti ini ia mendapatkan uang tambahan yang cukup lumayan untuk menutupi kebutuhan keluarga besarnya.
Di antara pekerjaan yang ia geluti selama
itu adalah bidang keuangan. la bertugas sebagai pemegang buku keuangan. Akan
tetapi kemampuannya dalam bidang keuangan seperti ini sangat terbatas. Karenanya ia sering melakukan kesalahan dan
kekeliruan dalam menjalankan tugasnya. la sering dihina oleh orang-orang
Nasrani yang seprofesi dengannya. la dituduh sebagai orang bodoh yang tidak
becus bekerja.
Masih dalam rangka mencari sesuap nasi, Al-Büsiry
sempat bekerja di sebuah toko besar. Dengan syair-syairnya ia memuji
direkturnya. Dari tempat inilah ia mendapatkan gaji bulanan tetap. Sebagaimana
pekerjaannya terdahulu, di tempat ini juga ia bekerja bersama-sama para pegawai
yang beragama Kristen yang sama sekali tidak ia senangi. Mereka sering
menangguhkan gaji bulanannya. Pekerjaan ini pun ia tinggalkan, lalu pulang ke
Cairo dan bekerja sebagai guru agama di lembaga pendidikan (madrasah diniyah).
la menetap di sana sampai akhir hayatnya pada 696 H. Kelemahan al-Büsiry dalam
melaksanakan tugasnya di bidang adiministrasi dan keuangan lebih disebabkan
oleh dasar pendidikan yang ia lalui di masa remajanya. Dasar pendidikannya
lebih banyak di bidang pendidikan agama Islam dan bahasa/sastra Arab daripada
ilmu admninistrasi, keuangan, ataupun ilmu-ilmu lainnya. Di sinilah letak
kelemahan al-Büsiry yang sebenarnya dalam melaksanakan tugasnya.
Ia juga pernah bekerja sebagai petugas
pcngukur tanah, distributor bibit tanaman, dan petugas perkreditan di sebuah
bank di wilayah al-Syatqiyah yang pada waktu itu mcmbawahi 380 desa. Tugas ini
rupanya cukup betat dirasakan al-Busiry bahkan bertambah berat karena tugas itu
bukan profesinya. Akhimya
tugas-tugas itu ia tinggalkan dan kembali melakukan zuhud, ibadah, dan mencari
keridoan Allah SWT.
Pendidikan
Sebagai orang yang dibekali akal cerdas,
al-Büsiry membekali dirinya dengan ilmu
pengetahuan. Ilmu
pengetahuan pertama yang ia pelajari dan kuasai adalah al-Qur'an. Lalu masuk
masjid Syaikh Abdul Zãhir untuk belajar ilmu pengetahuan agama, bahasa, dan
sastra Arab seperti ilmu nahwu [sintaksisl,
saraf [morfologi], arüd [ilmu menggubah syair], sastra, sejarah, dan sirah Nabi Muhammad saw. la pun mendalami
ilmu tasawuf dan tata cara mencapai
tasawuf yang benar. Ahmad alIskandary dan MustaFa Inany mengatakan bahwa
al-Bü\siry mendalami ilmu bahasa dan sastra Arab sampai menjadi penyair
kenamaan, Ketika itu ia tinggal di Cairo, seangkatan dengannya adalah Sayyid
Alynad al-Badawy (605-678 H), Sayyid i Ibrahim al-Dasúqy (633-672) dan Syaikh
Izzuddin ibn Abdul Salüm (577- 660 H).
la juga seangkatan dengan Abú al-Hasan alsyüzily (593-656 H), Ibn al-Sakandazy
(658-709), Ibn Daqiq al-'led (625-702), dan lain-lain. Mereka semua adalah
ulama-ulama besar dan imam-imam tasawuf serta guru-guru besar.
Dari sekian banyak guru Yang pernah
mendewasakan yang menonjol dan paling ia cintai adalah Syaikh Abu al Abbâs
âl-Mursy. Al-Bușiry dan Ibn Ațâ'illâh termasuk muridnya yang sangat patuh dan
taat kepadanya, mereka berdua termasuk murid-murid Syaikh al-Mursy yang paling
dekat kepadanya dan banyak belajar tasawuf darinya sehingga mereka berdua
menjadi ulama dan sekaligus sufi. Semua murid al-Mursy berhasil mengambil dan
mendaîami aliran suluk.
Sebagai ulama, Al-Büsirymempunyai murid
yang tidak sedikit jumlahnya, dan
sebagai sufi ia juga mempunyai pengikut.
Di antara murid-muridnya Yang sempathelajar kepadanya adalah Abu Hayyân
al-Andalăsy (w. 725 H), Abă al-Fattâh ibn Sayyid al Nâs al-Ya'măry (w. 734 H),
dan Izzuddin ibn Jamâ'ah (w.735 H).
Tetapi tidak ada satu keterangan pun yang menunjukkan bahwa al-Bușiry pernah mengajar dalam satu lembaga
pendidikan formal seperti madrasah atau perguruan tinggi. Namun demikian al
Bușiry pernah membuka sebuah lembaga pendidikan dengan nama Kuttâb yang
dikhususkan untuk membimbing anak didik dalam hapalan al-Qur' an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar