Sabtu, 23 Maret 2024

LEVEL PUASA

Sahabat….

Pastinya sahabat selalu ingin memperbaiki dan meningkatan kualitas aktifitasnya bukan ?

Sejatinya kita menyadari bahwa perbaikaan dan peningkatan dari waktu ke waktu merupakan prestasi dan tidak ada yang berkeinginan stagnan dan statis.

Termasuk ibadah puasa yang sudah kita jalani selama 10 hari ini  mestinya ada perbaikan dan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya.

Pada kualitas mana kita berpuasa pada tahun ini? Ada baiknya kita merefresh tentang pembagian puasa oleh Imam Ghozali, yaitu : Puasa umum (awam) lebih kepada puasa lahiriyah yaitu menahan perut, dan kemaluan dari semua yang diinginkan. Puasa istimewa (khawash)  adalah menahan pendengaran, pengelihatan, lidah, tangan, kaki, dan anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa. Dan puasa paling istimewa (khawashul khawash) yaitu puasa hati dari keinginan yang hina, pikiran duniawi, dan mengekang hati untuk berfikir dari segala sesuatu selain Allah SWT secara total. Tingkatan puasa yang ketiga ini akan batal dengan memikirkan segala sesuatu selain Allah, baik itu memikirkan hari akhir maupun memikirkan urusan dunia. Namun berpikir tentang urusan dunia yang bertujuan untuk menegakkan agama Allah tidak termasuk memikirkan dunia.

Mungkin kebanyakan kita masih pada puasa umum/awam dan rasanya tidak banyak yang sudah pada level puasa paling istimewa (khawasil khowas), karena tingkatan puasa seperti ini adalah cara puasa para Nabi, orang-orang yang jujur (shiddiqin), dan orang-orang yang dekat pada Allah (muqarrabin). Paling tidak kita berupaya dan konsentrasi meng-upgrade di puasa kali ini ke level puasa puasa istimewa (khowas).

Puasa Istimewa  adalah puasanya orang-orang saleh, yaitu dengan cara menahan semua anggota badan dari perbuatan dosa. Kesempurnaan puasa pada tingkatan ini harus melakukan enam hal:

Pertama, menundukkan dan menahan pandangan pada semua hal yang tercela dan dibenci. Imam Anas meriwayatkan sabda Rasulullah SAW :

اَلنَّظْرَةُ سَهْم مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ اِبْلِيْسَ لَعَنَهُ اللهُ فَمَنْ تَرَكَهَا خَوْفًا مِنَ اللهِ آتَاهُ اللهُ عَزَّوَ جَلَّ اِيْمَانًا يَجِدُ حَلَاوَتَهُ

Artinya : “Sebuah pandangan adalah satu panah beracun di antara panah-panah Iblis yang dilaknat oleh Allah. Barang siapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah, niscaya Allah akan menganugrahkan manisnya iman yang akan dirasakan nikmatnya dalam hati”. (HR. Hakim)

Kedua, menjaga lisan dari perkataan yang hina, sia-sia, dusta, dsb. Dalam kontek kekinian termasuk hate comment, bullying dan gossip di medsos. Selayaknya lisan diam dan hanya sibuk berzikir kepada Allah, tadarus al Qur’an. Menjaga dan mengaktifkan lisan seperti inilah yang disebut dengan puasa lisan. Dalam hadits riwayat imam Bukhari Rasulullah SAW mengingatkan :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ، وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ  

Artinya: “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dan perilaku kotor, maka tidak ada kepentingan bagi Allah atas amalnya meninggalkan makanan atau minuman.” (HR Al-Bukhari).

Lisan yang tidak terjaga dalam betuk apapun berakibat pada tidak bernilainya puasa seseorang. Bahkan ada yang berpendapat bahwa ghibah dan sejenisnya dapat membatalkan puasa yang wajib di-qadha.

Wallahu A’lam

Jakarta, 11 Ramadhan 1445 H


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEYAKINAN

13 Ramadhan 1446 H   Pada Kisah yang ke-25 dalam kitab  An Nawadir  Imam Qalyubi mengisahkan bahwa ada sekawanan penjahat yang tengah me...