Selasa, 11 Maret 2025

HARTA DAN KEKAYAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 12 Ramadhan 1446 H

Kisah orang kaya yang mencela harata benda diduga menjadi sebab dia lalai kepada Tuhannya sampai didatangi malaikat maut sepatutnya menjadi pelajaran bagi siapapun untuk tidak terlena atas keni’matan apapun yang Allah anugerahkan kepadanya. Anak, harta, jabatan, kepandaian, kecantikan atau ketampanan seeringkali menjadi sebab lalai kepada Sang Pemberi ni’mat. Allah sudah mengingatkan agar manusia tidak dilengahkan oleh harta dan keturunan. Bahkan para nabi-pun tidak sedikit yang diberikan harta kekayaan yang berlimpah, namun tidak menyebabkan kekayaannya menjadikan para nabi itu lalai kepada Allah SWT.

Tentu saja dalam Islam, harta dipandang sebagai amanah (kepercayaan) dari Allah SWT yang harus digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab.

Secara garis besar, harta dan kekayaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk terus bertahan hidup dengan gaya hidup yang ada, tanpa harus bekerja. namun, sebenarnya kaya itu relatif. Ada orang yang tetap dapat bertahan hidup setelah berhenti bekerja.

Sebagian besar kondisi tersebut didukung kekuatan finansial yang datang dari pendapatan pasif atau passive income yang diperoleh dari investasi, akan tetapi ada pula orang-orang berpenghasilan tinggi yang tetap merasa tidak kaya sebab gaya hidupnya mempengaruhi cara mereka menggunakan kekayaannya.

Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk menjadi kaya dan berlimpah harta. Bahkan mencari kekayaan disyariatkan dalam Islam karena itu berarti mencari rezeki dan berusaha di dunia sebagaimana yang dicantumkan dalam banyak ayat di Al-Qur’an, seperti: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi ; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Ahzab: 10).

Di ayat lain, QS. Al Mulk: 15 juga disebutkan, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.”

Dari ayat-ayat tersebut, Ibnu Katsir, menafsirkan maksudnya, yaitu berpergianlah  kalian ke tempat-tempat di bumi yang kalian kehendaki, lintasilah daerah-daerah dan pelosok-pelosoknya untuk mendapatkan berbagai macam penghasilan dan berdagang.

Berikut ini beberapa hukum mengenai kekayaan menurut agama Islam:

Wajib – jika usaha manusia itu dilakukan untuk memperoleh pendapatan memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya serta mencukupkannya dari meminta-minta.

Sunnah – jika usaha manusia itu dilakukan untuk memberikan tambahan nafkahnya dan nafkah keluarganya atau untuk tujuan melapangkan orang-orang fakir, menyambung silaturahim, memberi balasan atau hadiah pada kaum kerabat, dan mencari kekayaan dengan niat seperti ini lebih utama daripada menghabiskan waktu untuk beribadah.

Mubah (diperbolehkan) – jika untuk memberikan tambahan dari kebutuhan atau dengan tujuan berhias dan menikmati.

Makruh – jika tujuannya mengumpulkan harta agar bisa berbangga-banggaan, sombong, bermegah-megahan, bersenang-senang hingga melewati batas walaupun dicari dengan cara yang halal. Hal ini sejalan dengan sabda Rasullullah saw, “Barang siapa yang mencari dunia yang halal untuk bermegah-megahan, berbangga-banggaan, dan riya maka ia akan bertemu dengan Allah SWT sedangkan Allah murka kepadanya.”

Haram – jika dicari dengan cara yang haram seperti suap, riba dan lainnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam al Mausu’ah Al Fiqhiyah.

Harta adalah titipan dari Allah swt sehingga semua pihak yang diberi titipan harta kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sesuai sabda Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرْمِذِيُّ)   

"Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai 4 hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan." (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Allah swt sebagai pemilik hakiki harta memberikan petunjuk penggunaan agar harta titipan tersebut dapat memberikan manfaat panjang kepada manusia sebagai bekal kehidupannya kelak di akhirat. Allah swt melarang seseorang bersikap boros dan bakhil. “Dan orang-orang yang apabila mentasyarrufkan harta tidak berlebihan, dan tidak (pula) bakhil yaitu perilaku mentasyarrufkan harta secara seimbang di antara keduanya.” QS. al-Furqan (25: 67). 

Islam melarang pemeluknya bermegah-megahan. Kemegahan yang dipertontokan orang kaya memicu semakin lebarnya kesenjangan antara si miskin dan si kaya yang dapat menimbulkan kecemburuan, berpotensi terjadinya konflik dan mengundang perbuatan jahat. Dalam harta seseorang pada hakikatnya terdapat hak orang lain, oleh karena itu manusia yang telah diberi titipan harta tidak dibenarkan mempergunakan semua hartanya untuk kepentingan pribadinya. Islam melarang seorang muslim untuk berperilaku kikir dalam mempergunakan harta. Allah swt Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:Dan bila diserukan kepada mereka: "Infakkanlah sebagian dari rejeki yang telah Allah berikan kepadamu", Maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah pantas kami memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, kamu benar- benar dalam kesesatan yang nyata” QS. Yasin (36: 47). Dalam ayat yang lain Allah swt berfirman “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” QS. al-Isra’ (17: 29).

Rasululah Sallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengingatkan walau secara fisik harta terlihat berkurang dengan disedekahkan namun hakekatnya tidak berkurang, justru sebaliknya bertambah baik jumlahnya dengan dimudahkan rejeki dan dijauhkan dari musibah, mauapun nilainya dimata Allah Subhanawu Wa Ta’la dengan diberikan keberkahan. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa Islam mendorong penganutnya untuk berjuang bukan hanya dalam mendapatkan harta dengan berbagai cara dengan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan, tetapi juga dalam menggunakannya mesti dalam lingkaran aturan yang telah ditetapkan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KEYAKINAN

13 Ramadhan 1446 H   Pada Kisah yang ke-25 dalam kitab  An Nawadir  Imam Qalyubi mengisahkan bahwa ada sekawanan penjahat yang tengah me...