Kamis, 13 Maret 2025

KEYAKINAN

13 Ramadhan 1446 H

 

Pada Kisah yang ke-25 dalam kitab An Nawadir Imam Qalyubi mengisahkan bahwa ada sekawanan penjahat yang tengah merencanakan operasi di suatu malam hari. Tatkala malam telah gelap-gulita, mereka langsung menuju asrama yang terletak di gurun pasir (sahara). Mereka segera mengetok pintu asrama dan mengatakan kepada pemilik asrama tersebut : "Kami adalah pasukan perang, jika diperkenankan, kami ingin menginap di tempatmu malam ini". Tanpa menaruh rasa curiga, sang pemilik asrama langsung membukakan pintu, lalu mempersilahkan mereka masuk dan menjamunya. Pemilik asrama Melakukan semua ini semata-mata ikhlash karena Allah dan mengharapkan berkah dari mereka sebagi pasukan yang tengah berjihad. Si pemilik asrama ini mempunyai seorang anak laki-laki yang lumpuh dan tidak mampu berdiri.

Setelah kawanan penjahat tersebut kenyang dan beristirahat, maka sang  pemilik asrama buru-buru mengumpulkan bekas sisa-sisa makanan dan minuman mereka, lalu memerintahkan kepada istrinya agar sisa makanan dan minuman itu diusapkan ke sekujur tubuh sang anak, dengan harapan semoga Allah swt menyembuhkan sang anak dari lumpuhnya sebab berkah dari pasukan perang itu. Maka si istri pun menuruti perkataan sang suami.

Di pagi buta, para penjahat itu izin keluar sebentar. Mereka menuju ke suatu tempat dan melakukan perampokan harta-benda. Ketika sore tiba, mereka kembali ke tempat asrama tadi. Betapa herannya mereka, ketika melihat anak sang pemilik asrama tersebut bisa berjalan dengan tegap. Mereka bertanya kepada pemilik markas: "Bukankan anakmu ini lumpuh?" Dia menjawab: "ya, kami telah mengambil bekas Sisa makanan dan minuman kalian, lalu kami usapkan ke sekujur tubuhnya, ternyata Allah swt menyembuhkan lumpuhnya oleh sebab berkah kalian semua". 

Kontan para penjahat tersebut langsung menangis, mereka mengatakan  kepada pemilik asrama: "Ketahuilah pak! Sesungguhnya kami bukanlah pasukan perang, namun kami adalah para penjahat yang selalu melakukan perampokan".

Oleh karena Allah swt telah menyembuhkan anakmu sebab niyatmu yang tuluss maka kami sekarang insyaf dan bertaubat kepada Allah swt. Setelah peristiwa ini, mereka semua bergabung pasukan perang betulan dan jadilah mereka para Mujahid di jalan.

*****

Kisah ini banyak memberikan pelajaran, setidaknya keyakinan menjadi pondasi dan dasar keberhasilan seseorang. Ada pepatah arab  الاعتقاد اساس النجاح.  Bahkan keyakinan yang akan meuwujudkan apa yang diinginkan oleh seseorang. Oprah Winfrey pernah menuliskan  “Anda tak akan dapat yang anda inginkan, tetapi yang menjadi keyakinan Anda”. 

Kata yang membuat berdesir adalah keinginan dan keyakinan. Sebenarnya apa bedanya? Bila kita bisa melihat sedikit lebih dalam, kata ingin dan yakin adalah kata yang sama namun berbeda maksudnya. Kata yakin mungkin bisa diseoadankan dengan kata iman yakni keyakinan, sedang dalam Islam sendiri ada Rukun Iman yang harus diyakini mulai dari Iman kepada Alloh.

 

Terkait dengan keyakinan, di awal ayat surah Al-Baqarah tertuang tentang keyakinan kepada yang ghoib. Keyakinan kepada yang ghoib, mungkin bisa disamakan dengan keyakinan akan masa depan, mimpi, harapan, cita-cita atau do’a kita. Hal ini karena apa yang kita do’akan untuk masa depan kita adalah sesuatu yang ghoib atau banyak orang berkata masa depan adalah misteri karena kita belum tahu bagaimana nantinya. Namun ikhwal tentang keyakinan adalah sebagai sebuah penguatan dalam diri akan do’a kita akan terwujud bahkan lebih indah nantinya. Oleh karenanya, ada yang memberi nama baik bagi anaknya karena memiliki keyakinan anaknya akan sesuai nama baiknya atau lebih baik.

Keyakinan adalah salah satu sebab terbesar yang membantu manusia dalam beribadah, melakukan kegiatan yang dianjurkan, serta berani melakukan amar ma'ruf nahi mungkar dan jihad di jalan Allah SWT. Hal ini karena keyakinan dapat mencegah masuknya hawa nafsu dan keraguan ke dalam hati, serta menghilangkan perasaan berat atau sulit yang mungkin dirasakan oleh jiwa dalam melakukan beberapa ibadah. Ibnul Qayyim berkata: 

والقلب متى استيقن ما أمامه من كرامة الله وما أعد لأوليائه... زالت عنه الوحشة التي يجدها المتخلفون، ولان له ما استوعره المترفون

“Dan hati, ketika telah yakin tentang apa yang ada di hadapannya dari kemuliaan Allah dan apa yang telah disiapkan untuk para wali-Nya... maka hilanglah perasaan kesepian yang dirasakan oleh orang-orang yang tertinggal, dan hati menjadi lebih lapang sehingga dapat menampung apa yang tidak dapat ditampung oleh orang-orang yang berlebihan'."

Kalimat tersebut menjelaskan pentingnya keyakinan dalam membantu manusia senantiasa berprasangka baik dan menjadikan manusia memacu melakukan ibadah dan kegiatan yang positif, serta menghilangkan perasaan kesepian dan keraguan.

Ibnu Qayyim berkata: Aku mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: 

بالصبر واليقين تنال الإمامة في الدين ثم تلا قوله تعالى: " وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُون 

Dengan kesabaran dan keyakinan seseorang meraih kepemimpinan dalam agama.” Kemudian ia membacakan firman Allah SWT: “ Dan Kami jadikan di antara mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar dan yakin dengan ayat-ayat Kami.(QS. As Sajdah : 24)

Imam Sufyan Ats Tsauri-pun mengatakan ;

لَوْ أَنَّ الْيَقِينَ وَقَعَ فِي الْقَلْبِ كَمَا يَنْبَغِي لَطَارَتِ الْقُلُوبُ اشْتِيَاقًا إلَى الْجَنَّةِ وَخَوْفًا مِنَ النَّارِ

"Seandainya keyakinan (yakin) itu benar-benar tertanam dalam hati sebagaimana mestinya, niscaya hati-hati akan terbang karena rindu kepada surga dan takut kepada neraka

Wallahu a’lam.


Selasa, 11 Maret 2025

HARTA DAN KEKAYAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 12 Ramadhan 1446 H

Kisah orang kaya yang mencela harata benda diduga menjadi sebab dia lalai kepada Tuhannya sampai didatangi malaikat maut sepatutnya menjadi pelajaran bagi siapapun untuk tidak terlena atas keni’matan apapun yang Allah anugerahkan kepadanya. Anak, harta, jabatan, kepandaian, kecantikan atau ketampanan seeringkali menjadi sebab lalai kepada Sang Pemberi ni’mat. Allah sudah mengingatkan agar manusia tidak dilengahkan oleh harta dan keturunan. Bahkan para nabi-pun tidak sedikit yang diberikan harta kekayaan yang berlimpah, namun tidak menyebabkan kekayaannya menjadikan para nabi itu lalai kepada Allah SWT.

Tentu saja dalam Islam, harta dipandang sebagai amanah (kepercayaan) dari Allah SWT yang harus digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab.

Secara garis besar, harta dan kekayaan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk terus bertahan hidup dengan gaya hidup yang ada, tanpa harus bekerja. namun, sebenarnya kaya itu relatif. Ada orang yang tetap dapat bertahan hidup setelah berhenti bekerja.

Sebagian besar kondisi tersebut didukung kekuatan finansial yang datang dari pendapatan pasif atau passive income yang diperoleh dari investasi, akan tetapi ada pula orang-orang berpenghasilan tinggi yang tetap merasa tidak kaya sebab gaya hidupnya mempengaruhi cara mereka menggunakan kekayaannya.

Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk menjadi kaya dan berlimpah harta. Bahkan mencari kekayaan disyariatkan dalam Islam karena itu berarti mencari rezeki dan berusaha di dunia sebagaimana yang dicantumkan dalam banyak ayat di Al-Qur’an, seperti: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi ; dan carilah karunia Allah” (QS. Al Ahzab: 10).

Di ayat lain, QS. Al Mulk: 15 juga disebutkan, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.”

Dari ayat-ayat tersebut, Ibnu Katsir, menafsirkan maksudnya, yaitu berpergianlah  kalian ke tempat-tempat di bumi yang kalian kehendaki, lintasilah daerah-daerah dan pelosok-pelosoknya untuk mendapatkan berbagai macam penghasilan dan berdagang.

Berikut ini beberapa hukum mengenai kekayaan menurut agama Islam:

Wajib – jika usaha manusia itu dilakukan untuk memperoleh pendapatan memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya serta mencukupkannya dari meminta-minta.

Sunnah – jika usaha manusia itu dilakukan untuk memberikan tambahan nafkahnya dan nafkah keluarganya atau untuk tujuan melapangkan orang-orang fakir, menyambung silaturahim, memberi balasan atau hadiah pada kaum kerabat, dan mencari kekayaan dengan niat seperti ini lebih utama daripada menghabiskan waktu untuk beribadah.

Mubah (diperbolehkan) – jika untuk memberikan tambahan dari kebutuhan atau dengan tujuan berhias dan menikmati.

Makruh – jika tujuannya mengumpulkan harta agar bisa berbangga-banggaan, sombong, bermegah-megahan, bersenang-senang hingga melewati batas walaupun dicari dengan cara yang halal. Hal ini sejalan dengan sabda Rasullullah saw, “Barang siapa yang mencari dunia yang halal untuk bermegah-megahan, berbangga-banggaan, dan riya maka ia akan bertemu dengan Allah SWT sedangkan Allah murka kepadanya.”

Haram – jika dicari dengan cara yang haram seperti suap, riba dan lainnya, sebagaimana yang dijelaskan dalam al Mausu’ah Al Fiqhiyah.

Harta adalah titipan dari Allah swt sehingga semua pihak yang diberi titipan harta kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sesuai sabda Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ جَسَدِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ (رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالتِّرْمِذِيُّ)   

"Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai 4 hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan." (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Allah swt sebagai pemilik hakiki harta memberikan petunjuk penggunaan agar harta titipan tersebut dapat memberikan manfaat panjang kepada manusia sebagai bekal kehidupannya kelak di akhirat. Allah swt melarang seseorang bersikap boros dan bakhil. “Dan orang-orang yang apabila mentasyarrufkan harta tidak berlebihan, dan tidak (pula) bakhil yaitu perilaku mentasyarrufkan harta secara seimbang di antara keduanya.” QS. al-Furqan (25: 67). 

Islam melarang pemeluknya bermegah-megahan. Kemegahan yang dipertontokan orang kaya memicu semakin lebarnya kesenjangan antara si miskin dan si kaya yang dapat menimbulkan kecemburuan, berpotensi terjadinya konflik dan mengundang perbuatan jahat. Dalam harta seseorang pada hakikatnya terdapat hak orang lain, oleh karena itu manusia yang telah diberi titipan harta tidak dibenarkan mempergunakan semua hartanya untuk kepentingan pribadinya. Islam melarang seorang muslim untuk berperilaku kikir dalam mempergunakan harta. Allah swt Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:Dan bila diserukan kepada mereka: "Infakkanlah sebagian dari rejeki yang telah Allah berikan kepadamu", Maka orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman: "Apakah pantas kami memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah menghendaki tentulah Dia akan memberinya makan, kamu benar- benar dalam kesesatan yang nyata” QS. Yasin (36: 47). Dalam ayat yang lain Allah swt berfirman “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” QS. al-Isra’ (17: 29).

Rasululah Sallahu ‘Alaihi Wa Sallam mengingatkan walau secara fisik harta terlihat berkurang dengan disedekahkan namun hakekatnya tidak berkurang, justru sebaliknya bertambah baik jumlahnya dengan dimudahkan rejeki dan dijauhkan dari musibah, mauapun nilainya dimata Allah Subhanawu Wa Ta’la dengan diberikan keberkahan. Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa Islam mendorong penganutnya untuk berjuang bukan hanya dalam mendapatkan harta dengan berbagai cara dengan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan, tetapi juga dalam menggunakannya mesti dalam lingkaran aturan yang telah ditetapkan. 


Senin, 10 Maret 2025

MALAIKAT MAUT DAN ORANG KAYA

 11 Ramadhan 1446 H

Dinukil dari kitab Uyunul hikayah min qashashis sholihin wa nawadir Az Zahidin karya Ibnu al Jauzi, tercantum di dalamnya kisah  malaikat maut bersama orang kaya sebagaimana dicerikatan oleh Yazid bin Maisarah berkata;

Ada seorang di masa lalu, telah mengumpulkan harta Yang banyak juga keturunan yang banyak pula, sehingga dia merasa sangat kaya. Sehingga dia berkata kepada keluarganya, "Kalian akan merasakan kehidupan yang sejahtera dalam waktu lama." Namun tiba-tiba malaikat pencabut nyawa datang kepadanya. Dia mengetuk pintu. Dan para penghuni rumah itu pun datang membukakan pintu dan menemui malaikat pencabut nyawa yang sedang menyamar sebagai orang miskin. Dia berkata kepada mereka, "Tolong panggilhn tuan pemilik rumah ini."

Mereka menjawab, "Apakah layak tuan kami keluar rumah hanya untuk menemui orang seperti dirimu?"

Malaikat pencabut nyawa berdiam sejenak. Kemudian dia kembali mengetuk pintu. Dan kembali berkata seperti sebelumnya. Dan menambahkan, "Beritahukan dia, bahwa saya malaikat pencabut nyawa."

Saat tuan rumah mendengar perkataannya, maka dia-pun langsung terduduk gelisah. Dan si tuan rumah berkata kepada mereka, "Berkatalah dengan lembut kepadanya."

Mereka bertanya, "Apakah engkau menginginkan selain tuan kami?"

Dia menjawab, "Tidak." Selanjutnya dia masuk ke rumah menemui orang itu dan berkata kepadanya, "Segeralah beri wasiat yang engkau ingin beri wasiat, karena saya akan mencabut nyawamu sebelum saya keluar rumahmu." Mendengar itu keluarganya pun berteriak histeris dan menangis. Sementara orang itu segera berkata, "Bukalah kotak-kotak dan brankas itu, dan buka juga tas penyimpanan harta, juga tempat penyimpanan emas dan perak." Mereka pun segera membukanya seluruhnya-

Maka dia pun menghadap ke hartanya dan melaknatnya serta mencaci makinya. Kemudian dia berkala, "Terlaknatlah engkau, harta. Engkaulah yang membuat diriku melupakan Tuhanku-ku Tabaraka wa Ta'ala, dan membuatku lalai untuk beramal bagi akhiratku, sehingga ajalku tiba."

Harta pun berkata; “Jangan mencaci makiku. Bukankah engkau orang yang hina di mata manusia, kemudian saya mengangkat derajatmu? Bukankah engkau melihat bagaimana pengaruhku padamu sehingga engkau bisa masuk dalam lingkaran pergaulan para raja? Sedangkan orang-orang saleh tidak bisa masuk? Bukankah denganku engkau bisa meminang anak-anak raja dan   dan engkau pun dierima mereka? Sementara orang-orang saleh meminang perempuan yang sama tapi mereka ditolak? Bukankah engkau yang menggunakanku untuk membiayai berhala dan orang-orang kejam dan saya pun tidak menolak perintahmu? Dan jika engkau gunakan saya untuk membiayai perjuangan fi sabilillah saya pun tidak akan menolakmu? Namun engkau pada hari ini lebih tercela dari saya! Karena saya dan engkau diciptakan dari tanah, maka siapa yang memilih berbuat baik, diapun mendapat kebaikan. Sedangkan yang berbuat jahat, maka dia mendapat celaka.

Seperti itulah harta berbicara, maka berhati-hatilah!


Minggu, 09 Maret 2025

DAMPAK MENGKONSUMSI YANG HARAM

 10 Ramadhan 1446 H

Kisah sarah dan ketujuh anak-anaknya yang dibunuh oleh raja yang dzalim karean istiqamah dan tidak goyah atas desakan sang raja untuk mengkonsumsi dagung babi, menjadi cerminan dan contoh betapa tidak mudahnya menghindari hal yang diharamkan agama. Namun sejatinya, apapun yang diharamkan oleh Allah SWT merupakan curahan rahmat Allah SWT kepada hamba-hamban-NYA dan sejalan dengan kemaslahatan hidup manusia.

Berikut beberapa dampak buruk mengkonsumsi yang haram

Pertama, energi tubuh yang lahir dari makanan haram cenderung untuk dipakai maksiat. Sahabat Sahl radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

   مَنْ أَكَلَ الحَرَامَ عَصَتْ جَوَارِحُهُ شَاءَ أَمْ أَبَى

Siapa saja yang makan makanan yang haram, maka bermaksiatlah anggota tubuhnya, mau tidak mau” (al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, jilid 2, hal. 91).  

Pantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan, “Tidaklah yang baik itu mendatangkan sesuatu kecuali yang baik pula” (HR al-Bukhari dan Muslim).  

Secara tidak langsung, hadits ini mengatakan, “Tidaklah yang buruk itu mendatangkan sesuatu kecuali yang buruk.”   Lebih berat lagi, makanan tidak halal itu menjadi darah daging keturunan kita atau diberikan kepada keturunan kita, maka kemungkinan keturunan kita menjadi keturunan saleh menjadi kecil.   Tak heran jika para ulama akhlak mempersyaratkan diterimanya suatu amal ditopang dengan makanan yang halal. Hal ini dianalogikan kepada hadits tentang sedekah, di mana sedekah tidak diterima kecuali yang berasal dari usaha yang halal.

   إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَا يَقْبَلُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ

“Sesungguhnya tabaraka wata‘ala tidak menerima suatu shalat tanpa bersuci dan tidak menerima sebuah sedekah yang berasal dari ghulul (khianat/curang).” (HR Abu Dawud).

Kedua, terhalangnya doa. Hal itu berdasarkan pesan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam kepada sahabat Sa‘d radliyallahu ‘anhu.

يَا سَعْدُ أَطِبْ مَطْعَمَكَ تَكُنْ مُسْتَجَابَ الدَّعْوَةِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّ الْعَبْدَ لَيَقْذِفُ اللُّقْمَةَ الْحَرَامَ فِي جَوْفِهِ مَا يُتَقَبَّلُ مِنْهُ عَمَلَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا

“Wahai Sa‘d, perbaikilah makananmu, niscaya doamu mustajab. Demi Dzat yang menggenggam jiwa Muhammad, sesungguhnya seorang hamba yang melemparkan satu suap makanan yang haram ke dalam perutnya, maka tidak diterima amalnya selama empat puluh hari” (Sulaiman ibn Ahmad, al-Mu‘jam al-Ausath, jilid 6, hal. 310).  

Selain makanan yang baik, amal perbuatan yang baik dan ketaatan secara umum juga dapat menjadi pintu cepat terkabulnya doa.

Ketiga, sulitnya menerima ilmu Allah. Ketahuilah ilmu adalah cahaya, sedangkan cahaya tidak akan diberikan kepada ahli maksiat. Itu pula yang pernah dikeluhkan oleh al-Syafi‘i kepada gurunya Imam Waki‘, sebagaimana yang populer dalam sebuah syairnya:

شَكَوْتُ إِلَى وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ * فَأَرْشَدَنِيْ إَلَى تَرْكِ المَعَاصِيْ

وَقالَ اِعْلَمْ بِأَنَّ العِلْمَ نُوْرٌ * وَنُوْرُ اللهِ لَا يَؤتَاهُ عَاصِي

"Aku mengeluhkan buruknya hapalanku kepada Imam Waki‘ Beliau menyarankan kepadaku untuk meninggalkan maksiat Dan beliau berkata, ketahuilah ilmu ialah cahaya Sedangkan cahaya Allah tak diberikan kepada ahli maksiat."  

Walau Imam Syafi‘i tidak menyebutkan sulitnya menerima ilmu akibat makan makanan yang tak halal, tetapi dapat dipahami bahwa makan makanan tak halal itu termasuk perbuatan maksiat. Makanan tak halal, kemaksiatan, dan perbuatan dosa secara umum juga berdampak pada malasnya beribadah, sebagaimana yang pernah dirasakan oleh Imam Sufyan al-Tsauri, “Aku terhalang menunaikan qiyamullail selama lima bulan karena satu dosa yang telah aku perbuat.” 

Keempat, ancaman keras di akhirat. Bentuk ancamannya apalagi jika bukan siksa api neraka. Ancaman ini jelas disampaikan dalam Al-Quran dan hadits. Di antaranya ancaman api nereka bagi orang yang makan harta anak yatim dan harta riba.

Begitulah nasib yang dialami oleh Sarah dan anak-anaknya, mereka rela kehilangan nyawa demi terhindar dari makanan haram. Nabi Muhammad SAW. bersabda:

 يَا كَعْبَ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari barang yang haram melainkan neraka lebih utama baginya” (HR. Tirmidzi)

Tentang makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, Allah SWT. berfirman:

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah [2]: 168)

Yang dimaksud halal adalah yang didapatkan dengan cara yang bukan haram (mencuri, traksaksi yang haram, dll). Sedang yang dimaksud dengan thayyib adalah selain yang jelek (secara zat). Dua hal ini menjadi patokan untuk menentukan suatu benda dihukumi haram atau halal. Dari penjelasan ini dapat diambil sebuah contoh. Misalnya, daging babi secara zat memang haram. Meski ia didapatkan dengan transaksi yang halal, ia akan tetap haram. Begitu juga misalnya, daging sapi. Ia halal secara zat. Namun jika ia didapatkan dengan cara mencuri, maka ia juga dihukumi haram. 

Maka marilah kita berusaha semaksimal mungkin menghindari perkara yang tak halal, baik yang haram maupun yang syubhat. Mengapa yang syubhat juga harus dihindari? Karena menghindari yang syubhat merupakan benteng dalam menjauhi yang haram. Kaitan menghindari perkara syubhat, kita ingat kepada kisah Abu Bakar yang memuntahkan makanan yang telah ditelannya. Berikut adalah kisah lengkapnya.   Pada suatu hari, Abu Bakar dibawakan makanan oleh pelayannya. Beliau pun menyantapnya. Lantas ditanya oleh si pelayan, “Apakah engkau tahu makanan itu? Beliau menjawab, “Memangnya makanan apa itu? Dijawab oleh si pelayan, “Pada zaman Jahiliah aku biasa meramal untuk seseorang. Aku sendiri tak mumpuni soal ramalan, sehingga aku sering mengelabuinya. Saat itu pun orang itu datang menemuiku dan memberiku makanan itu. Dan makanan itu pula yang engkau makan.” Mendengar demikian, Abu Bakar langsung memasukkan jarinya (ke mulut), dan memuntahkan semua yang sudah masuk ke dalam perutnya (HR Al-Bukhari).  

Dari empat poin di atas, dapat dipahami bahwa betapa bahayanya makanan yang tak halal bagi kita, baik terhadap diterimanya amal, dikabulkannya doa, dibukanya cahaya Allah, maupun terhadap keselamatan kita di akhirat. Demikian semoga bermanfaat

Jangan kita termasuk kelompok orang yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:

حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ الْمَقْبُرِيُّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ

Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'bi telah menceritakan kepada kami Sa'id Al Maqbariy dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Sungguah akan datan kepada manusia satu zaman orang sudah tidak lagi peduli mendapatkan hartanya apakah dari yang halal atau yang haram”

Na’udzubillah


Sabtu, 08 Maret 2025

KELUARGA YANG MENGHINDARI KEHARAMAN

 9 Ramadhan 1446 H

Dikisahkan oleh Imam Ibnu al Jauzi dalam kitbnya Uyun al Hikayat Min Qashas ash Sholihin wa Nawadzir az Zahidin bahwa pada zaman Bani Israil, hidup seorang raja yang dzalim. Ia terkenal sebagai penguasa yang suka memaksa penduduknya untuk memakan daging babi. Hari itu, sang raja memanggil Sarah, janda yang memiliki tujuh anak. Ia dipanggil bersama seluruh anaknya. Ketika Sarah dan anak-anaknya telah berada di istana, pertama-tama raja memanggil anak Sarah yang sulung. Raja memberinya daging babi sembari berkata, “Makanlah ini!”Selamanya saya tak akan memakan apapun yang diharamkan Allah,” jawabnya tegas. Karena menolak perintahnya, raja pun segera memanggil tentaranya (baca: algojo) untuk memotong kedua tangan dan kaki anak itu. Tak hanya itu, tentara itu juga terus memotong seluruh anggota badannya. Satu persatu. Hingga ia menemui ajalnya. Innalillahi wa inna ilaihi raji’un.

Raja kembali memanggil anak kedua Sarah. Ia menyuruhnya untuk memakan daging babi. Tapi, anak itu menolak. Raja pun murka. Ia lantas menyuruh algojo untuk mengambil sebuah ceret yang berisi tembaga. Ceret itu pun diisi dengan aspal dan kemudian dipanaskan. Setelah mendidih, isi ceret itu pun disiramkan ke badan anak itu hingga akhirnya ia meninggal dunia. Anak ketiga dipanggil dan diperintah dengan perintah yang sama. Ia justru berkata, “Di hadapan Allah, Engkau adalah manusia yang lebih hina dibanding jika aku memakan hal yang diharamkan Allah.”  Raja hanya tertawa sinis. Ia berkata kepada seluruh penghuni kerajaan, “Apakah kalian tahu mengapa anak ini berani menghinaku? Ia menginginkan aku marah dan agar aku segera menghabisinya.  Namun dia salah besar”. Ia kemudian memerintahkan agar anak itu dikupas kulit leher, kepala, dan wajahnya. Ia akhirnya meninggal dunia.

Begitu seterusnya dengan tiga anak lainnya. Mereka diperintahkan untuk memakan daging namun mereka menolak. Raja membunuh mereka dengan cara sadis dan berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

Kini, tinggal Sarah dan anaknya bungsunya yang hidup. Kemudian ia berkata kepada Sarah : “Saya telah menyakitimu dengan memperlihatkan kepadamu penyiksanan dan pembunuhan anak-anakmu di hadapanmu. Sekarang bawalah anakmu yang kecil itu dan bujuklah dia agar di mau makan dagung itu meskipun satu suapan saja, maka dia boleh hidup seterusnya bersamamu.” Ibu itu (sarah) menjawab : “Ya..baiklah”

Lalu ibu itu (Sarah) mengajak anaknya dan berkata kepada anaknya :  "Anakku, apakah engkau tahu bahwa aku mempunyai hak pada setiap saudara- saudaramu yang telah dibunuh raja? Sementara padamu aku mempunyai dua hak? Hal itu karena aku menyusui mereka masing-masing selama dua tahun. Kemudian ayahmu meninggal, sementara engkau masih berada dałam kandunganku. Maka setelah engkau lahir, aku susui dirimu empat tahun, karena kelemahan tubuhmu, dan karena kasih sayangku padamu. Maka aku meminta kepadamu dengan nama Allah. dan dengan hakku atasmu saat engkau telah besar ini, agar engkau tidak memakan sesuatu Yang diharamkan Allah bagimu, dan agar engkau menjaga jangan sampai engkau nanti berłemu dengan saudara-saudaramu di hari kiamat sementara engkau tidak menjadi bagian dari mereka," 

Anak iłu menjawab, "Aku tidak akan memakan sesuatu Yang diharamkan Allah kepadaku." Dengan jawaban iłu, maka anak iłu dibunuh oleh raja, sehingga dia mati sebagaimana saudara-saudaranya. 

Kemudian raja ilu berkala kepada Sang ibu, "Saya merasa sedih melihat dirimu menyaksikan itu hari ini. Celaka engkau! Makanlah sesuap, niscaya saya akan kabulkan apa saja Yang engkau mau, dan saya akan berikan apa saja yang engkau kehendaki dałam hidup ini,n 

Perempuan iłu menjawab, "Tidak mungkin saya menyatukan antara kehilangan anak-anakku dengan kemaksiatan kepada Allah. Jika saya hidup setelah mereka maka saya tidak mau iłu terjadi padaku. Dan saya tidak akan makan sesuatu yang diharamkan Allah bagiku sama sekali." Mendengar jawabannya itu, raja pun segera metnbunuhnya, dan menyatukannya bersarna anak- anaknya. Semoga Allah merahmati mereka seluruhnya.


Jumat, 07 Maret 2025

KEUTAMAAN MEMBACA AL QUR'AN

 8 Ramadhan 1446 H

Kisah para sahabat dan salafus shooleh dalam membaca al qur’an memberikan gambaran bahwa mereka bukan sekedar membaca tetapi berinteraksi yaitu membangun proses komunikasi dan informasi. Ini menjadi bukti bahwa al Qur’an betul-betul dijadikan pedoman hidup dan kehidupan mereka. Maka sudah sepatutnya sebagai umat Islam, kita perlu berupaya menjadikan al Qur’an sebagai dasar dan pedoman hidup kita dan paling dasarnya kita memulai untuk selalu membaca kitab suci al Qur’an.

Syekhul Islam Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi dalam kitabnya, Riyädhus-Shälihȉn, membuat bab khusus tentang Keutamaan Membaca Al-Qur'an, di antaranya:

Pertama, Al-Qur’an akan menjadi syafaat atau penolong di hari kiamat untuk para pembacanya.

عن أَبي أُمامَةَ رضي اللَّه عنهُ قال : سمِعتُ رسولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ : اقْرَؤُا القُرْآنَ فإِنَّهُ يَأْتي يَوْم القيامةِ شَفِيعاً لأصْحابِهِ  )رواه مسلم(

Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim);

Kedua, orang yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an merupakan sebaik-baik manusia.

عن عثمانَ بن عفانَ رضيَ اللَّه عنهُ قال : قالَ رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : خَيركُم مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعلَّمهُ  )رواه البخاري(

Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi);

Ketiga, untuk orang-orang yang mahir membaca Al-Qur’an, maka kelak ia akan bersama para malaikat-Nya;

عن عائشة رضي اللَّه عنها قالتْ : قال رسولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : الَّذِي يَقرَأُ القُرْآنَ وَهُو ماهِرٌ بِهِ معَ السَّفَرةِ الكرَامِ البررَةِ  )متفقٌ عليه .(

Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim);

Keempat, untuk mereka yang belum lancar dalam membaca dan mengkhatamkan Al-Qur’an, tidak boleh bersedih, sebab Allah tetap berikan dua pahala.

وَاٌلَذِي يَقُراٌ القُرانَ وَيَتَتَعتَعُ فِيه وَهُوَ عَلَيهِ شَاقٌ لَه اَجَران  )متفقٌ عليه(

Rasulullah bersabda, “Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim);

Kelima, Allah memberikan ganjaran pahala yang berlipat atas setiap hutup yang dibaca. Rasulullah SAW mengatakan :

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنَ الْقُرْآنِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَإِنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ مِنْ أَوَّلِهِ إِلَى آخِرِهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَاتٌ كَثِيرَةٌ وَأَنَا لَا أَقُولُ أَلِفْ لَامْ مِيمْ حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفُ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

"Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Quran, maka baginya akan mendapatkan satu kebaikan. Dan jika dia membaca Al-Quran dari awal hingga akhir, maka baginya akan mendapatkan banyak kebaikan. Dan aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim adalah satu huruf, tetapi Alif adalah satu huruf, Lam adalah satu huruf, dan Mim adalah satu huruf." (HR. Tirmidzi, no. 2910; Ibnu Majah, no. 3772; dan Ahmad, 2/337)

Dan menurut imam Syafi’i jumlah huruf dalam Al-Quran adalah sekitar 1.027.000 huruf. Maka bila seseorang mengkhatamkan bacaan al Qur’an setidaknya membaca 1 juta huruf lebih yang menjadi pahala ibadahnya. Dan setiap kebaikan akan dilipatgandakan 10 kali lipat.

Keenam, Al-Qur’an dapat meningkatkan derajat kita di mata Allah.

عن عمرَ بن الخطابِ رضي اللَّه عنهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : إِنَّ اللَّه يرفَعُ بِهذَا الكتاب أَقواماً ويضَعُ بِهِ آخَرين.  )رَوَاهُ مُسْلِمُ(

Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw. bersabda,: “Sesungguhnya Allah SWT. akan mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (Al-Qur’an), dengan dengannya pula Allah akan merendahkan kaum yang lain.” (HR. Muslim);

Dalam literatur hadis lain, ketujuh, menurunkan ketenangan, rahmat dan memuji suatu kaum yang melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an, serta malaikat akan melingkarinya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله : وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ  )رَوَاهُ مُسْلِمُ.(

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: “Rasulullah SAW. bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), untuk membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya, kecuali akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan mereka dilingkupi rahmat Allah, para malaikat akan mengelilingi mereka dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk-Nya yang berada didekat-Nya (para malaikat).” (HR. Muslim)

Selain itu, mengkhatamkan Al-Qur’an adalah amal yang paling dicintai Allah. Dalam hadis riwayat Imam Tirmidzi dijelaskan:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ : الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ - قَالَ : وَمَا الْحَالُّ الْمُرْتَحِلُ؟ قَالَ الَّذِي يَضْرِبُ مِنْ أَوَّلِ الْقُرْآنِ إِلَى آخِرِهِ كُلَّمَا حَلَّ ارْتَحَلَ .(رواه الترمذي : 2872 – سنن الترمذي - بَاب مَا جَاءَ أَنَّ الْقُرْآنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ – الجزء : 10 – صفحة : 202)

Dari Ibnu Abbas ra, beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi:2872)

Sudah sepatutnya, di bulan  turunnya kitab suci al Qur'an, kita jadikan momentum untuk lebih intens bersama al Qur'an. Ada target dan capaian, minimal dalam membaca al Qur'an khatam minimal sekali dan lebih. Kita upayakan untuk tidak membaca al Qur'an di waktu luang, tetapi luangkan waktu untuk membaca al Qur'an.


Kamis, 06 Maret 2025

KISAH SAHABAT NABI GEMAR BACA AL QURAN SAAT BULAN RAMADAN

 7 Ramadhan 1446 H

Kisah Sahabat Nabi yang gemar membaca alquran pada bulan Ramadan nampaknya penting untuk menjadi perhatian utama bagi kita kaum muslimin. Apalagi saat bulan puasa Ramadan 2025 tiba, maka perlunya membaca alquran akan sangat memberikan manfaat tersendiri, khususnya pada pola peningkatan kualitas diri sebagai hamba Allah.

Satu aspek penting yang perlu mendapatkan perhatian adalah bahwa kisah semua sahabat nabi yang hendak menjalankan ibadah puasa pada akhirnya memang fokus untuk meningkat ibadah dan mengesampingkan kepentingan duniawi. Bahkan fokus dalam beribadah semakin besar, salah satunya pada aspek konsistensi membaca alquran.

Semua Kisah Sahabat Nabi terkait konsistensinya dalam membaca alquran menjadi perbandingan terbaik bagi semua umat islam untuk bisa mendapatkan gambaran utama. Apalagi dengan semua nikmat dan karunia saat menjelang Ramadan yang dibuka luas oleh allah memang sepatutnya wajib untuk dimaksimalkan.

Semua kisah ini tentu juga berasal dan bersumber dari beberapa data baik hadist atau beberapa riwayat lainnya. Sehingga sumber tersebut bisa menjadi bagian penting yang memberikan asumsi terbaik kepada umat islam bahwa semua kisah tersebut bisa dipertanggung jawabkan serta sangat layak diikuti.

Kisah Sahabat Nabi Terkait Amalan Membaca Alquran Pada Bulan Puasa

Ada beberapa sahabat nabi yang memang terus menerus menjadi bagian utama dari role model yang bisa umat islam ikuti secara maksima. Semua kisah sabahat ini menjadi penting untuk selalu diingat dan diaplikasikan secara nyata pada saat hendak menjalankan ibadah puasa secara maksimal.

1. Kisah Amalan Baca Alquran Usman Bin Affan

Kisah Sahabat Nabi yang pertama dan dikenal dengan kualitas ibadahnya dalam sehari-hari adalah khalifah ketiga yakni usman bin affan. Sebagai salah satu khulafaur rasyidin, banyak yang mengatakan bahkan kualitas kepemimpinan umar sangat baik dengan kualitas ibadah tidak kalah berkualitas.

Bahkan ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa dalam bulan puasa dan menjalankan ibadah membaca alquran, usman bin affan seringkali mengkhatamkan alquran setiap hari. Hal ini tentunya menjadi satu contoh utama kepada semua umat muslim mengenai pentingnya membaca alquran pada bulan Ramadan.

Kisah Sahabat Nabi ini tentunya memiliki beberapa riwayat besar, khususnya terkait didedikasikan untuk agama Islam. Selama Rasullah masih hidup, sayyidina usman hampir selalu ada dalam ekspedisi militer bersama Rasulullah. Beliau juga termasuk orang yang sangat dicintai oleh Nabi. Dengan keistimewaan yang sangat banyak ini, ujian yang dihadapi juga sangat berat.

Salah satu ujian yang dihadapi oleh usman bin affan adalah ketika dirinya akan menjelang ajal. Seperti yang telah diketahui bahwa usman bin affan meninggal karena dibunuh pada saat menjelang buka puasa di bulan Ramadan.

Pada peristiwa pembuhuhan tersebut umur beliau 82 tahun. Dan sesuai dengan apa yang dikatakan rosulullah, bahwa Kisah Sahabat Nabi yang sangat dicintainya ini memang akhirnya akan gugur syahid. Terlebih istimewanya lagi, dalam kondisi berpuasa dan membaca al-Qur`an, hal ini menandakan akhir kematian yang indah.

 Bahkan kisah meninggalnya usman bin afan terjadi saat mengamalkan amalan yang agung (puasa), dan membaca kitab yang agung (al-Qur`an). Aspek ini menandakan bahwa hingga detik menjelang akhir hayatnya sahabat nabi satu ini masih menjalankan amalan baca al quran.

2. Kisah Amalan Baca Alquran Umar Bin Khottob

Kisah Sahabat Nabi selanjutnya yang tidak kalah penting untuk mendapatkan perhatian mengenai kualitas ibadah dibulan Ramadan, khususnya pada aspek membaca al quran adalah sahabat umar bin khattab. Sahabat nabi yang dikenal sangat bringas dan tegas ini merupakan khalifah kedua setelah abu bajar ash siddiq.

Satu hal yang perlu untuk digaris bawahi terlebih dahulu adalah bahwa umar bin khattab mempunyai sejarah manis saat hendak memeluk islam. Sebab melalui alquran dengan lantunan merdunyalah Umar yang awalnya sangat menentang nabi kemudian menjadi muallaf dan menjadi orang pertama paling berani untuk melawan pemberontak islam.

Menurut Saib bin Yazid mengatakan bahwa , “Umar bin Khattab r.a memerintahkan Ubay bin Kaab dan Tamim Al-Dari r.a untuk membangunkan orang-orang agar mendirikan sebelas rakaat. Mereka menghidupkan malam hingga menjelang waktu fajar.”

Melalui riwayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa Kisah Sahabat Nabi khususnya umar bin khattab memang sangat meganjurkan seluruh umat islam dibawah kepemimpinannya untuk terus menghidupi malam-malam di bulan Ramadan dengan amalan maksiml, salah satunya adalah dengan membaca alquran.

3. Kisah Amalan Baca Alquran Imam Syafii

Kisah Sahabat Nabi berikutnya yang tidak kalah menarik untuk diperhatikan dan diambil hikmahnya mengenai perintah mengalamalkan baca alquran datang dari Imam Syafii. Sebagai salah satu imam penting yang saat ini menjadi model pembaharuan dan juga diikuti riwayatnya maka imam syafii nampaknya perlu dilihat juga dari aspek amalan utamanya saat bulan Ramadan.

Hal ini bisa dilihat dari riwayat Rabi bin Sulaiman yang mengatakan bahwa, “Imam Syafii mengkhatamkan Alquran pada bulan Ramadan sebanyak enam puluh kali dan bulan lainnya sebanyak tiga puluh kali.”

Syekh Abu Bakar bin Ali Al-Haddad juga menambahkan bahwa, “Aku mendapat cerita langsung dari Rabi bin Sulaiman tentang Imam Syafii bahwa dia (Imam Syafii) mengkhatamkan Alquran pada bulan Ramadan sebanyak enam puluh kali di luar bacaan salatnya yang bisa mencapai lima puluh sembilan kali. Sementara di bulan selain Ramadan, dia mengkhatamkan sebanyak tiga puluh kali.”

Hal ini menandakan bahwa Kisah Sahabat Nabi yakni imam syafii memberikan contoh dan teladan secara maksimal kepada semua umat muslim mengenai pentingnya untuk membaca alquran pada saat bulan puasa tiba. Sebab selain mendapatkan pahala, membaca alquran merupakan bentuk memperbaiki kualitas diri menjadi hamba Allah yang lebih baik.

4. Kisah Amalan Baca Alquran Imam Bukhori

Kisah terakhir dari sahabat nabi yang mengamalkan baca alquran secara konsisten dan banyak setiap harinya datang dari imam bukhori. Seperti yang telah diketahui dalam sejarh umat islam imam bukhori merupakan perawi hadist yang sangat penting serta memberikan pengaruh besar dalam beberapa memberikan sumber dalam penyelesaian masalah agama.
Kisah Sahabat Nabi yakni Imam Bukhari ini dikenal karena konsistensinya dalam mengkhatamkan Alquran pada siang hari bulan Ramadan satu kali khatam, dan pada salat malamnya setiap tiga hari satu kali khatam.

Kisah imam bukhori yang membaca alquran sangat banyak ini dilengkapi dengan riwayat dari Ibnu Rajab Al-Hanbali yang mengatakan bahwa, “Hanya saja terdapat larangan mengkhatamkan Alquran kurang dari tiga hari, namun pada waktu-waktu yang memiliki keutamaan seperti bulan Ramadan terlebih pada malam-malam Al-Qadr dan pada tempat-tempat yang utama seperti Makkah bagi yang mendatanginya.

Semua aspek penting mengenai Kisah Sahabat Nabi diatas dengan kemampuannya dalam membaca alquran di bulan suci Ramadan setidaknya bisa memberikan keyakinan lebih besar dan lebih maksimal lagi kepada umat islam untuk menjalaninya.(*)


Sumber : https://jogja.times.co.id/news/berita/jjaoa180sp/Kisah-Sahabat-Nabi-Gemar-Baca-Al-Quran-Saat-Bulan-Ramadan


KEYAKINAN

13 Ramadhan 1446 H   Pada Kisah yang ke-25 dalam kitab  An Nawadir  Imam Qalyubi mengisahkan bahwa ada sekawanan penjahat yang tengah me...